Kaprodi D3 Analisis Kimia menjadi Narasumber Workshop Pengembangan Kurikulum Vokasi Pendidikan Tinggi

Pendidikan tinggi vokasi adalah pendidikan yang lebih menitikberatkan pada kemampuan ketrampilan bagi mahasiswanya. Proporsi praktik di pendidikan vokasi akan jauh lebih besar dibandingkan dengan teori. Pendidikan tinggi vokasi juga harus dapat memastikan bahwa mahasiswa atau lulusannya memiliki kompetensi dengan dimensi kompetensi Task skills, Task management skills, Contingency management skills, Environment skills/job role dan Transfer skills. Task skill adalah kemampuan untuk melakukan tiap bagian tugas sedangkan Task management skills merupakan kemampuan mengelola beberapa tugas yang berbeda dalam pekerjaan. Contingency management skills dan Environment skills/job role masing-masing adalah kemampuan tanggap terhadap adanya kelainan dan kerusakan pada rutinitas kerja serta kemampuan enghadapi tanggung jawab dan harapan dari lingkungan kerja atau beradaptasi dengan lingkungan. Adapun Transfer skills adalah kemampuan mentransfer kompetensi yang dimiliki dalam setiap situasi yang berbeda.

Pengelolaan pendidikan tinggi vokasi harus mampu menyelaraskan kurikulum dengan standar kompetensi kerja seperti Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia (SKKNI). Hal tersebut salah satu yang disampaikan oleh Thorikul Huda, M.Sc saat menjadi narasumber dalam acara Workshop Nasional Kurikulum Tinggi Vokasi berbasis KKNI dan Sertifikasi di Victoria Hotel Yogyakarta pada tanggal 9 Maret 2018. Kegiatan workshop tersebut diselenggarakan oleh Forum Pendidikan Tinggi Vokasi Indonesia (FPTVI). Thorikul Huda yang juga Ketua Program Studi D3 Analisis Kimia menyampaikan pengantar bahwa terdapat hak-hak yang harus diberikan kepada mahasiswa setelah lulus sesuai dengan standar nasional perguruan tinggi (SNPT) diantaranya adalah ijazah, sertifikat profesi, sertifikat kompetensi, gelar dan surat keterangan pendamping ijazah (SKPI). Lembaga yang berhak mengeluarkan sertifikat kompetensi sebagaimana diatur pada SNPT adalah lembaga sertifikasi yang telah mendapatkan akreditasi.
Instansi yang berhak memberikan akreditasi atau lisensi terhadap lembaga sertifikasi profesi di Indonesia adalah Badan Nasional Sertifikasi Profesi Nasional (BNSP). Thorikul Huda mencontohkan perguruan tinggi yang saat ini telah memiliki lembaga sertifikasi profesi adalah Universitas Islam Indonesia (UII). Upaya untuk menunjukkan ketertelusuran antara kurikulum dengan SKKNI dapat dilakukan dengan menyelaraskan rancangan pembelajaran semester (RPS) dengan unit kompetensi yang terdapat di dalam SKKNI. “Judul unit dan elemen kompetensi dapat dijadikan sebagai learning material dan capaian pembelajaran mata kuliah (CPMK)”, ungkap Thorikul Huda saat menyajikan materi tentang kurikulum berbasis sertifikasi kompetensi.

Prodi yang telah mengintegrasikan kurikulum dengan system sertifikasi harus dapat mempersiapkan dosen-dosennya menjadi asesor kompetensi selain menjadi pengajar atau pendidik di dalam kelas. Dosen yang telah menjadi asesor kompetensi dapat mengintegrasikan penilaian proses pembelajaran dengan system assessment pada sertifikasi uji kompetensi. “Dosen tidak hanya mengajar, melainkan mampu merancang materi uji kompetensi yang digunanakan dalam uji kompetensi dengan melihat dimensi kompetensi”, tambah Thorikul Huda.