Media sosial menjadi topik yang menarik untuk diperbincangkan. Semua kalangan kini telah menikmati platform media sosial yang disuguhkan oleh para kreatornya. Balita, bahkan bayi-pun sudah dibuatkan media sosial oleh orangtuanya. Entah bertujuan untuk eksistensi, mendulang rupiah, atau hanya sekedar iseng saja.
Berdasarkan data wearesocial.com pengguna internet di Indonesia mencapai 63 juta pengguna dan 95% diantaranya menggunakan media sosial. Sumber yang sama menyebutkan bahwa tiga alasan tertinggi masyarakat di dunia menggunakan internet adalah untuk mendapatkan informasi, menjaga hubungan dengan teman/keluarga serta menjaga supaya tetap up to date terhadap berita dan acara terkini.

Sumber : wearesocial.com
Dalam sehari, rata-rata masyarakat Indonesia mampu menghabiskan waktu untuk menggunakan internet selama 6 jam 54 menit. Di era yang serba cepat ini, tidak mengherankan jika seperempat waktu dalam sehari digunakan untuk surfing, baik untuk hiburan maupun untuk pekerjaan. Kemajuan teknologi menuntut kita untuk selalu meningkatkan kemampuan dalam hal tersebut.
Belakangan ini, pengguna media sosial kerap dikaitkan dengan fenomena FOMO yaitu Fear of Missing Out. Melansir dari verywellmind.com, FOMO adalah perasaan atau persepsi bahwa orang lain bersenang-senang, memiliki kehidupan yang lebih baik dan lebih bahagia sedangkan kita tidak ada didalamnya. Kita menjadi suka membanding- bandingkan diri dan iri dengan kebahagiaan orang lain sehingga hal tersebut mempengaruhi self-esteem kita. FOMO dapat terjadi apabila kita kurang bijak dalam menggunakan media sosial. Semua hal yang berlebihan tentunya akan memberikan dampak yang kurang baik. Kita perlu memperhatikan dosis dalam ber-medsos, ada batasan-batasan tertentu yang perlu dicermati; seperti durasi, konten yang sesuai dengan umur, kebenaran informasi, dll. Scrolling Instagram mungkin menyenangkan, namun orang tua, pasangan dan anak juga memerlukan kita untuk membersamai mereka. Semoga Allah memberikan umur yang panjang dan berkah untuk mereka dan kita. Amin
Selain dampak negatif ada pula manfaat yang diperoleh dengan kemudahan akses internet. Diantaranya yaitu meningkatkan pengetahuan/wawasan, memberikan kemudahan dalam menjalin silaturahmi meskipun jarak jauh, mendapatkan hiburan, dll. Kendati demikian, seringkali kita dihadapkan dengan rasa rakus akan informasi. Begitu banyak informasi yang kita peroleh di dunia maya. Entah itu yang positif maupun negatif, entah benar ataupun salah. Jiwa kita selalu haus akan informasi yang sedang hits hingga terkadang lupa akan kebenaran dari informasi tersebut. Perlunya memilah informasi dan konten yang kita konsumsi akan berpengaruh pada pola pikir kita.
Coba kita analogikan sebagai makanan. Kita punya kuasa untuk memilih makanan apa yang akan kita konsumsi. Apakah memilih buah-buahan ataukah memilih gorengan yang begitu memikat. Pilihan tersebut ada dalam kuasa kita. Namun ketika sudah masuk ke tubuh, kita tidak punya kuasa untuk memilih apa yang boleh diproses dan apa yang tidak boleh diproses. Tubuh sudah auto-proses apa saja yang kita makan. Pilihan yang baik akan menghasilkan output yang baik, begitupun sebaliknya. Analogi tersebut berlaku pula untuk media sosial. Kita bisa memilih apa yang akan kita ‘konsumsi’ (sebagai contoh: apakah memilih menikmati akun gosip atau membaca buku self improvement). It’s up to you 🙂
Berkaitan dengan banyaknya informasi di media sosial. Penulis mengutip surat Al-Hujurat ayat 6 :

QS Al-Hujurat 6 : Wahai orang-orang yang beriman, jika seseorang yang fasik datang kepadamu membawa suatu berita, maka telitilah kebenarannya, agar kamu tidak mencelakakan suatu kaum karena kebodohan (kecerobohan), yang akhirnya kamu menyesali perbuatanmu itu.
Allah memerintahkan kita untuk meneliti kebenaran suatu informasi, supaya kita tidak melakukan kecerobohan hingga mencelakakan bahkan mendzolimi orang lain. Perlu kita ingat bersama, setiap perbuatan yang kita lakukan akan dimintai pertanggungjawaban dihadapan Allah. Semoga Allah melindungi kita dari perbuatan yang sia-sia. Amin
Aprisilia Risky Wijaya, S.TP.
Sumber :
https://www.merdeka.com/quran/al-hujurat/ayat-6

Laboratorium Pendidikan adalah fasilitas penunjang akademik pada lembaga pendidikan, yang menggunakan peralatan dan bahan berdasarkan metode keilmuan tertentu dalam rangka pelaksanaan Pendidikan. Sedangkan Kalibrasi adalah proses pembuktian secara langsung ke sistem satuan ukuran internasional bahwa skala ukur atau persyaratan satuan ukuran sudah terpenuhi. Pada laboratorium pengujian yang terakreditasi ISO 17025, proses kalibrasi alat merupakan syarat wajib yang harus dipenuhi. Pada ISO 17025:2017, kalibrasi merupakan salah satu bagian dari Persyaratan Sumber Daya, khususnya bagian peralatan. Peralatan pengukuran harus dikalibrasi karena dapat mempengaruhi ketelitian pengukuran atau ketidakpastian pengukuran sehingga berdampak pada keabsahan hasil yang dilaporkan. Kalibrasi peralatan juga dipersyaratkan untuk ketertelusuran metrologi pada hasil yang dilaporkan sehingga dapat diterima di seluruh dunia.
Tujuan dari manajemen adalah untuk memberikan panduan personel laboratorium untuk dapat melaksanakan tugas yang diberikan dalam waktu dan sumber daya yang terbatas. Hal ini termasuk di dalamnya adalah pengelolaan bahan habis pakai, peralatan, perancangan prosedur kerja atau SOP, pengawasan terhadap aktivitas keseharian, pelatihan personel yang lama maupun baru dan jika memungkinkan juga terkait dengan perolehan hibah atau bantuan dari pihak eksternal.