Program D3 Analis Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Islam Indonesia, sedang punya “gawe besar”, yaitu Visitasi Akreditasi. Selama 2 hari, Senin dan Selasa, 25-26 April 2011 di visitasi oleh 2 assesor, Prof. Dr. Hadiman dari Universitas Padjajaran Bandung dan Dra. Inda Mapiliandari, M.Si. dari Kimia Analisis Bogor. Acara yang di pusatkan di ruang sidang 2 fakultas MIPA UII ini dibuka oleh Ketua Pengurus Yayasan Badan Wakaf UII, Dr. Mustaqim, SH., M.Si.
Dalam sambutannya, mantan Dekan Fakultas Hukum ini mengatakan bahwa persiapan untuk akreditasi sudah disipkan jauh-jauh hari sebelumnya. Dengan demikian diharapkan semuanya sudah sempurna, sehingga nantinya bisa mendapatkan hasil yang maksimal. “ Semoga hasil yang diraih dalam visitasi akreditasi ini nilai maksimal,” cetusnya.

Acara yang dihadiri oleh Wakil Rektor II, Dra. Neni Meidawati, M.Si., Ak., Direktur BSI UII, Dr. Teduh Dirgahayu, Direktur Akademik, Ir. Revianto Budi Santoso, M.Arch. ini dilanjutkan dengan presentasi dari fakultas yang disampaikan oleh Dekan Fakultas MIPA, Yandi Syukri, M.Si., Apt. dengan didampingi Wakil Dekan, Dr. Noor Fitri, M.Si., yang diteruskan dengan verifikasi borang fakultas.

Kemudian dilanjutkan dengan observasi fasilitas laboratorium, ruang kuliah, pelayanan akademik, pelayanan umum dan perpustakaan. Dan pada sesi berikutnya dilangsungkan telaah dokumen program D3 Analis Kimia. Kemudian untuk hari kedua, Selasa, 26 April 2011 dilakukan penyelesaian berita acara visitasi sekaligus penutupan kegiatan visitasi akreditasi bagi program D3 Analis Kimia Fakultas MIPA UII. (Sumber. http://science.uii.ac.id)

 1 . Lulusan bekerja dalam enam bulan pertama minimal 90 %
 2 . Tepat waktu studi minimal 90 %
 3 . Nilai kinerja dosen dalam aspek pedagogik, sosial dan profesional dosen dengan nilai baik minimal 90 %
 4 . Capaian kompetensi ke-UII-an lulusan yang meliputi keislaman, kebangsaan, kewirausahaan, bahasa inggris dengan nilai baik minimal 90 %
 5 . Jumlah dosen dengan publikasi karya ilmiah internasional minimal 5 %
 6 . Jumlah dosen asing minimal 5 %
 7 . Jumlah mahasiswa baru berasal dari luar negeri minimal 1 %
 8 . Kesesuaian bidang kerja lulusan dengan kompetensi analis kimia minimal 90 %
 9 . Jumlah publikasi ilmiah setiap dosen minimal dua kali pertahun
 10 . Jumlah pengabdian masyarakat dan dakwah islamiyah setiap dosen minimal satu kali pertahun
 11 . Rasio dosen dan mahasiswa setiap tahun minimal 1 : 20
 12 . Jumlah prestasi mahasiswa dalam kompetisi ilmiah minimal dua kali pertahun
 13 . Jumlah kerjasama dengan lembaga eksternal minimal satu kali pertahun

Visi

Terwujudnya Program Studi Diploma III Analis Kimia FMIPA UII sebagai lembaga pendidikan profesional di bidang analisis kimia yang membawa rahmat bagi seluruh alam semesta. 

           

Misi

1.        Menghasilkan ahli madya di bidang analisis kimia yang profesional dan berakhlakul karimah serta mampu bersaing di taraf nasional maupun internasional

2.        Memiliki dosen dan tenaga kependidikan yang berkomitmen pada peningkatan kualitas akademik dan kepedulian sosial

3.        Memiliki fasilitas yang mampu meningkatkan atmosfer akademik

Untuk jadwal ujian semeter genap tahun akademik 2010/2011 Program D III Analis Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Islam Indonesia dapat di download

 Diskusi ilmiah yang telah deprogram oleh D III Analis Kimia mendapat apreasiasi yang cukup tinggi dari mahasiswa.  Hal tersebut terbukti dengan keterlibatan mahasiswa yang menjadi penyaji sekaligus peserta pada diskusi yang diadakan setiap hari selasa.  Untuk diskusi ilmiah menghadirkan Sdr. WInda dan teman-temannya mempresentasikan makalahnya dengan topic pengolahan limbah laboratorium.  Pada kesempatan tersebut Winda menyampaikan bahwa limbah laboratorium dapat diolah dan dimanfaatkan kembali untuk kegiatan praktikum.  “Di dalam limbah laboratorium banyak terdapat kandungan bahan dengan kategori B3 (red.: Bahan Berbahaya dan Beracun)”, ungkap Winda yang juga tercatat sebagai mahasiswa angkatan 2010.
Usai presentasi yang disampaikan Winda, selanjutkan diadakan sesi diskusi.  Beberapa peserta mahasiswa sangat antusias untuk mengemukan pendapat atau pertanyaa pada forum tersebut.  Diantara mahasiwa yang cukup aktif dalam diskusi adalah Nurul dan Yuliana yang juga mahasiswa satu angkatan dengan Winda.  Tidak ketinggalan mahasiswa angkatan 2009 juga hadir pada acara tersebut yaitu Sdr. Puji Hartono yang berencana untuk lulus dalam waktu dekat ini.  Baik Nurul maupun Yuliana mengemukakan bahwa untuk pengolahan limbah perlu adanya analisis awal untuk mengetahui komposisi bahan-bahan kimia yang ada di dalam limbah laboratorium.  Sedangkan Puji Hartono lebih menyoroti pada bahan yang akan digunakan untuk pengolahan limbah laboratorium.  
 Hadir juga dalam kesempatan tersebut Thorikul Huda, Reni Banowati dan Yuli Rohyami yang juga dosen di Program D III Analis Kimia.  Thorikul Huda yang juga Ketua Program D III Analis Kimia sangat mengapresiasi topic yang disampaikan oleh Winda dan teman-temannya.  “Saya berharap mahasiswa yang lain juga dapat menyampaikan gagasan ilmiahnya melalui diskusi yang diselenggarakan sepekan sekali ini”, tutur Ketua Program D III Analis Kimia ini.  Thorik panggilan akrab Ketua Program D III Analis Kimia.  Khusus untuk topic yang dipresentasikan Thorik menyarankan agar kedepan gagasan Winda dan teman-temannya dapatt diimplementasikan untuk membantu dalam mengatasi permasalahan limbah laboratorium di UII. 
 Untuk meningkatkan atmosfer akademik di Program D III Analis Kimia, maka pada hari Selasa 15 Maret 2011 mulai diselenggarakan diskusi ilmiah.  Kegiatan tersebut diikuti oleh dosen D III Analis Kimia dan mahasiswa.  Sebagai penyaji yang pertama untuk acara diskusi ilmiah adalah Thorikul Huda, M.Sc.  yang tidak lain adalah Ketua Program D III Analis Kimia saat ini.  Thorik panggilan akrab Ketua D III Analis Kimia menyajikan topic tentang imobilisasi asam humat pada kitosan untuk recovery logam emas.  Dosen D III Analis Kimia yang menghadiri acara yang diselenggarakan di salah satu ruang kelas D III Analis Kimia adalah Yuli Rohyami, S.Si., Reni Banowati I., S.Si., dan Jamalul Lail, S.Si. 
Pada awal penyajiannya Thorik menyampaikan prolog dengan mengharapkan acara diskusi ilmiah dapat diikuti lebih banyak mahasiswa.  “Kedepan Saya berharap mahasiswa juga dapat ikut presentasi”, ucap Ketua Program D III Analis Kimia ini.   Acara yang dimulai pada pukul 09.00 pagi dihadiri kurang lebih 10 orang mahasiswa D III Analis Kimia.  Diskusi ilmiah menjadi cukup hidup ketika beberapa peserta diskusi menanyakan berbagai hal yang terkait dengan topic yang diberikan oleh penyaji.   Sepert Yuli Rohyami, S.Si  yang menanyakan tentang proses adsorpsi reduksi pada mekanisme recovery logam emas.  Selain itu juga Reni Banowati, S.Si yang saat ini memegang amanah sebagai Sekretaris D III Analis Kimia menanyakan tentang urgensi dari imobilisasi asam humat pada kitosan.  
Mahasiswa yang mengikuti kegiatan diskusi ilmiah yang pertama kali di D III Analis Kimia nampak menikmati dan serius mengikuti kajian ilmiah yang rencananya akan diselenggarakan setiap hari selasa.  Keseriusan dalam mengikuti diskusi terlihat dari beberapa mahasiswa yang menuliskan hal-hal yang dianggap penting dalam diskusi tersebut.   Diakhir kegiatan tersebut juga disepakati kalau diskusi yang akan dating sebagai penyajinya adalah Sdri. Winda Novita Sari yang saat ini berstatus mahasiswa angkatan 2010.  Pada kesempatan mendatang direncanakan Winda dan teman-temannya akan memaparkan tentang pengolahan limbah cair. 

 

 

Oleh : Thorikul Huda, M.Sc.
 
Seiring dengan pertumbuhan penduduk maka aktivitas manusia untuk menghasilkan sampah juga semakin meningkat. Sampah yang diproduksi oleh masyarakat berupa sampah organic maupun sampah anorganik. Data BPS pada tahun 2000 menunjukkan produksi sampah dari 380 kota di Indonesia sebesar 80.235,87 ton tiap harinya. Dari sampah yang dihasilkan tersebut 37,6 % atau sekitar 30.168,687 ton di tangani dengan cara di bakar.
Pembakaran sampah yang tidak menggunakan teknologi tinggi dapat berakibat pada pencemaran lingkungan. Sebab hal ini dapat menghasilkan senyawa kimia berbahaya dan beracun yang dikenal dengan nama dioksin. Senyawa ini dapat terbentuk pada pembakaran dengan temperature yang rendah. Bahkan menurut Sunardi (www.migas-indonesia) pembakaran dengan menggunakan incinerator pada temperatur 400 – 600 0 C merupakan kondisi yang optimum untuk pembentukan senyawa dioksin. 

Apabila proses pembakaran sampah berlangsung sempurna maka tidak akan menghasilkan dioksin, seperti yang diperlihatkan pada persamaan reaksi (1)
CaHbOcNdSeClf + u (O2 + 3,76 N2) –> sCO2 + tHCl + xH2O + ySO2 + zN2 (1)
Pada reaksi persamaan reaksi pembakaran (1) diatas memperlihatkan tidak terbentuk senyawa dioksin apabila reaksi berlangsung secara sempurna (dalam reaksi yang stabil). Namun dengan beragamnya komposisi yang terdapat pada sampah, maka ketika sampah dibakar maka dapat menghasilkan dioksin dan furan. Hal ini terjadi karena proses pembakaran tidak dapat dapat berlangsung secara stabil. Adapun proses pembentukan dioksin dan furan dapat ditunjukkan pada persamaan reaksi (2) dibawah ini.
C + H2 + Cl2 + O2 + N2 –> CO2 + CO + HCl + N2 + O2 + PCDD + PCDF (2)
Dimana: PCDD adalah Polly Chlorinated Dibenzo-p-Dioxin
PCDF adalah Polly Chlorinated Dibenzo Furan
Adapun informasi yang mendasari pembentukan dioksin dari hasil pembakaran dapat ditunjukkan pada table 1 dibawah ini.

Tabel 1. Distribusi unsure pembentuk dioksin dan furan
 

 Unsur  Distribusi di dalam produk pembakaran
 C   CO2, CO, dioksin dan furan
 H2     HCl, H2O, dioksin dan furan (kecuali senyawa oktaklorida)
 Cl2     HCl, dioksin dan furan
 O2     CO2, CO, O2, dioksin dan furan
   Sumber : Pirajan et.al, 2007
Dioksin sebenarnya tidak hanya dihasilkan dari pembakaran sampah, akan tetapi juga dapat dihasilkan dari gas emisi kendaraan, kebakaran hutan, asap rokok atau kegiatan lainnya. Disamping itu proses pada pemutihan bubur kertas juga dapat menghasilkan dioksin sebagai impurity pada produksi senyawa klorinat organic. Pada industry bubur kertas dioksin ditemukan pada air limbah (efluen). Pada proses pemutihan bubur kertas menggunakan bahan pemutih yang mengandung klorin dimana kemudian senyawa klorin tersebut bereaksi dengan senyawa organic membentuk dioksin.
Karakteristik senyawa Dioksin
Senyawa dioksin sendiri adalah senyawa yang tersusun oleh atom karbon, hydrogen, oksigen dan klor Dioksin sebenarnya istilah yang digunakan untuk menyebutkan sekelompok zat-zat kimia berbahaya yang termasuk kelompok atau golongan senyawa CDD (Chlorinated Dibenzo-p-Dioxin), CDF (Chlorinated Dibenzo Furan) atau PCB (Polly Chlorinated Biphenyl).

 

 

Senyawa 2,3,7,8-TCDD murni telah disintesis sejak tahun 1967.  Bentuk fisik dari senyawa murni ini adalah berbentuk serbuk kristal padat (seperti serbuk yang terdapat pada tablet), tidak larut di dalam air dan sedikit larut pada beberapa pelarut organic. (www.websorcerer.com).

Bahaya Keracunan Dioksin
Beberapa decade terakhir telah banyak dilakukan kajian dan riset tentang bahaya dioksin bagi mahluk hidup khususnya manusia.  Adapun kasus-kasus yang terjadi sepanjang sejarah menyangkut efek bahaya dari senyawa dioksin misalnya kasus dari Monsanto plant di Nitro, West Virginia, tahun 1949. Akibat kecelakaan di pabrik herbisida 2,4,5-T itu, 250 pekerja terkena penyakit chloracne, penyakit kulit berupa gatal-gatal memerah. Baru tahun 1955, Karl Schultz (seorang dokter Jerman) mensinyalemen bahwa chloracne adalah akibat racun dioksin.
Yang paling terkenal adalah kasus meledaknya pabrik kimia Hoffman-LaRoche di Seveso, Italia, tahun 1976. Akibatnya, sejumlah besar TCDD terlepas sampai ke atmosfer. Di daerah sekitar pabrik, hewan-hewan mati, terjadi destruksi vegetasi, penduduk mengalami keracunan akut, kasus-kasus chloracne, abortus, dan kelainan kongenital. Bahkan penelitian yang dilakukan Bertozzi dkk. pada tahun 1993 menemukan adanya peningkatan kasus kanker.
Penggunaan herbisida Agent Orange dalam Perang Vietnam (1960 – 1970) ternyata juga menyemburkan dioksin. Agent Orange digunakan untuk merontokkan dedaunan agar hutan-hutan Vietnam tidak bisa digunakan untuk bersembunyi tentara Vietkong. Tahun 1983, kantor veteran Chicago mencatat ada 17 ribu lebih veteran yang mengklaim ganti rugi akibat dioksin sewaktu bertugas di Vietnam.
Terbakarnya kabel PVC di Beverly Hills Supper Club bahkan merenggut nyawa 161 orang. Kebakaran tahun 1977 itu menimbulkan asap putih. Menurut salah seorang pekerja di situ, asap pedas yang mengandung gas hidrogen klorida (HCl) itu bisa bereaksi dengan pewarna kuku. Bahkan hasil reaksi tersebut dapat memakan kuku. Ketika terhirup dan masuk ke dalam paru-paru bersama udara yang mengandung air, HCl akan berubah menjadi asam klorida yang korosif. Akibatnya, yang selamat pun mengalami luka parah pada saluran pernapasannya.
Biaya pemulihan daerah yang tercemar dioksin tidaklah sedikit. Kasus di Time Beach, Missouri, pada tahun 1971 bisa menjadi gambaran. Sebuah perusahaan herbisida sembarangan saja membuang sampah industri ke tempat pembuangan oli bekas. Lalu oli bekas tersebut terpakai untuk menyemprot lapangan pacuan kuda, jalanan, serta tempat-tempat berdebu. Selain gangguan berupa chloracne dan radang kandung kemih yang akut, penyemprotan itu juga menimbulkan kematian dan penyakit pada ternak. Daerah tersebut kemudian dibeli oleh EPA (Badan Perlindungan Lingkungan AS) dan biaya yang dikeluarkan untuk membersihkan dioksin mencapai AS $ 100 juta.
Dioksin bersifat ada terus menerus (persistent) dan terakumulasi secara biologi (bioaccumulated), dan tersebar didalam lingkungan dalam konsentrasi yang rendah. Tingkat konsentrasinya rendah, sampai parts per trillion (satu per 10 pangkat 12), terakumulasi sepanjang kehidupan dan ada terus bertahun tahun, walaupun tidak ada penambahan lagi kedalam lingkungan. Hal ini bisa meningkatkan risiko terkena kanker dan efek lainnya terhadap binatang dan manusia. (www1.bpkpenabur.or.id)
Jika dioksin berada diudara maka  akan dapat terhirup oleh manusia dan masuk ke dalam sistem pernafasan. Risiko bagi manusia yang paling besar adalah jika dioksin diterima tetap, walaupun dalam satuan takaran kecil, dan selanjutnya mengendap dalam tubuh manusia. Dioksin menimbulkan kanker, bertindak sebagai pengacau hormon, diteruskan dari ibu ke bayi selama menyusui dan mempengaruhi sistem reproduksi. Selain mengakibatkan penyakit tersebut, dioksin dengan demikian juga mempengaruhi kemampuan belajar oleh anak yang sangat peka terhadap pencemaran udara. (Sinaga, 2006)
Dioksin dalam jumlah kecil juga terdapat dalam asap rokok. Belum banyak pula yang menyadari bahwa insinerator atau pembakaran sampah di rumah-rumah sakit merupakan penghasil dioksin yang sangat berbahaya. Dioksin mempunyai struktur kimia yang sangat stabil dan bersifat lipofilik, yaitu tidak mudah larut dalam air tetapi mudah larut di dalam lemak. Karena kestabilan strukturnya ini, maka dioksin sangat berbahaya, sebab tidak mudah rusak atau terurai. Dioksin dapat berada di dalam tanah dan terakumulasi sampai 10-12 tahun. Dioksin bersifat mudah larut dalam lemak sehingga dapat terakumulasi dalam pangan yang relatif tinggi kadar lemaknya.
Mekanisme transport dioksin dalam sel
Dioksin dikenal sebagai penyebab kanker.  Berinteraksi secara langsung dengan DNA melalui mekanisme berbasis reseptor.   Proses interaksi melalui mekanisme berbasis resptor dapat dijelaskan sebagai berikut, setelah masuk ke dalam tubuh melalui selaput sel, dioksin bersatu dengan protein dasar reseptor. Maka dioksin pun diizinkan masuk ke dalam inti sel. Di sini ia berinteraksi dengan DNA dan menyerang gen yang mengontrol banyak reaksi biokimia seperti sintesa dan metabolisme hormon, enzim, maupun faktor pertumbuhan, sehingga bisa menimbulkan dampak dari kelainan janin sampai kanker. Gambar dibawah ini menunjukkan bagaimana dioksin masuk ke dalam sel dan akan menyerang DNA yang selanjutnya mempengaruhi reaksi metabolisme dalam sel.

Pencegahan Peningkatan Dioksin
Untuk dapat menahan laju pertumbuhan senyawa dioksin di udara, khususnya dari pembakaran sampah di perkotaan, maka perlu dilakukan pengendalian sampah secara terpadu. Pertama harus memberikan kesadaran pada masyarakat untuk dapat memisahkan sampah-sampah organic yang mudah terdegradasi oleh mikroorganisme dengan sampah yang susah terdegradasi seperti plastic.  Sampah-sampah plastic yang susah terdegradasi harus dikumpulkan dan jangan dibakar begitu saja karena berpotensi untuk menghasilkan dioksin.
Pemerintah daerah, dimana daerahnya memproduksi sampah dalam jumlah yang sangat besar maka harus menyediakan incinerator yang mampu melakukan pembakaran sampah berkisar antara 800 – 1100 0C, sebab dengan incinerator yang mampu membakar sampah hingga temperature 1000 0C tidak akan menghasilkan dioksin.   Terjadinya dioksin dalam pembakaran sampah, dapat dikendalikan dengan penguraian suhu tinggi dioksin atau prehormon melalui pembakaran sempurna yang stabil. Untuk itu, penting untuk mempertahankan suhu tinggi gas pembakaran dalam tungku pembakaran, menjaga waktu keberadaan yang cukup bagi gas pembakaran, serta pengadukan campuran antara gas yang belum terbakar dan udara dalam gas pembakaran. Kemudian terhadap pencegahan pembentukan senyawa de novo yang juga merupakan penyebab munculnya dioksin, pendinginan mendadak serta pengkondisian suhu rendah gas pembakaran akan efekti (Anonim, 2005) . Selain itu, terhadap debu terbang yang dikumpulkan dengan penghisap debu yang banyak mengandung dioksin, ada teknologi pemrosesan reduksi khlorinat dengan panas. Untuk udara atmosfir yang dikembalikan, karena menggunakan reaksi reduksi khlorinat dengan menukar khlor yang terkandung dalam dioksin dengan hidrogen, dengan terus memanaskan debu terbang pada suhu diatas 8000C dioksin dalam debu dari jumlah totalnya akan terurai. Ini digunakan sebagai teknologi yang dapat menguraikan dioksin dengan energi input lebih sedikit dibandingkan dengan peleburan.

DAFTAR PUSTAKA

   1. Anonym, 2005, “Teknologi Pengolahan Sampah Jepang”, Bahan Seminar Teknologi Lingkungan, Kawasaki Juko Co. Ltd.
   2. Pirajan, J.C.M., Ubaque, C.A.G., Fajardo, R., Giraldo, R., Sapag, K., 2007, “Evaluation of Dioxin and Furan Formation  Thermodynamics in Combustion Proscesses of urban Solid Wate”s, Ecletice Quimica, Volume 32. Numero 1, Sao Paulo, Brasil
   3. Sinaga, E., 2006, “Bahaya Zat Racun Dioksin dari Pembakaran Sampah”, www.republika.or.id
   4. Sumaiku, Y., 2007, “Apa Akibat dari Pembakaran Sampah du Pekarangan Rumah Tangga dan Pembakaran/Kebakaran Hutan terhadap Kesehatan”, www1.bpkpenabur.or.id
   5. Sunardi, 2007, “Incinerator, Berkah atau Bencana ?”, www.migas-indonesia
   6. www.websorcerer.com