Mahasiswa Program D III Kimia Analis yang tergabung dalam HIMKA (Himpunan Mahasiswa D III Kimia Analis) FMIPA UII pada hari Minggu tanggal 19 Februari 2009 telah mengadakan reorganisasi yang dikenal dengan Musywarah Besar (Mubes) untuk yang ketiga kalinya.  Mubes HIMKA yang pertama diselenggarakan pada tahun 2004 dan terpilih Sdri. Rahmi Ahdiaty yang pada saat ini telah lulus dan bekerja di Balai Teknologi Kesehatan Lingkungan (BTKL) Yogyakarta, sedangkan Mubes yang kedua yaitu pada pada tahun 2005 tealh menjadikan Rendry Bayu sebagai ketua HIMKA yang kedua. Rendry Bayu merupakan mahasiswa angkatan 2005 dan telah diterima bekerja di PT Indofood.

Menurut Ketua Panita Defrian Kurnia, kegiatan sengaja diselenggaralan pada hari libur agar tidak mengganggu perkuliahan mahasiswa.  Pada kesempatan tersebut diundang Ketua Program D III Kimia Analis, Tatang Shabur Julianto, M.Si untuk membuka acara dan memberikan pengarahan hal-hal yang terkait dengan organisasi kemahasiswaan.  Tatang menyampaikan bahwa kesuksesan seorang mahasiswa tidak hanya terukur oleh keberhasilannya mendapatkan nilai mata kuliah yang bagus, akan tetapi mahasiswa yang sukses dalam kuliahnya salah satunya adalah ikut aktif dalam kegiatan kemahasiswaan.  Beliau juga memberikan penjelasan bahwa orang yang aktif terlibat diorganisasi kemahasiswaan pada umumnya mampu bergaul dengan orang lain, sehingga akan sangat mempengaruhi karirnya ketika pada saat bekerja nanti. 
Mubes telah berhasil memilih ketua HIMKA yang baru, dimana Defrian Kurnia yang tidak lain adalah ketua pantia pada acara tersebut.  Defria panggilan akrab Defrian Kurnia merupakan mahasiswa angkatan 2006 yang berasal dari Jawa Barat.  Seusai diselenggarakan pemilihan langsung dibentuk pengurus HIMKA yang baru dan pada hari yang sama juga dilakukan kegiatan penyusunan program kerja untuk masa satu periode kedepan. 

{mosimage}

Oleh : Thorikul Huda*

Secara umum partikulat yang terdapat di udara adalah sebuah sistem fase multi kompleks padatan dan partikel-partikel cair dengan tekanan uap rendah dengan ukuran partikel antara 0,01 – 100 µm.  Kajian tentang akibat adanya partikulat difokuskan kepada peningkatan partikel-partikel di udara yang dapat terhirup melalui sistem pernafasan, misalnya partikel-partikel dengan ukuran diameter kurang dari 10 µm. 

Unsure logam berat juga dapat tersuspensi di dalam sistem partikulat yang terdapat di udara, misalnya logam Pb (timbal).  Salah satu pencemaran logam Pb di udara diakibatkan adanya emisi gas buang bahan bakar yang menggunakan Pb sebagai bahan aditif.  Timbal dalam keseharian biasa dikenal dengan nama Timah Hitam. Dalam timbal terdiri dari 4 (empat) macam :
1. Timbal 204 diperkirakan berjumlah sebesar 1,48 % dari seluruh isotop timbal
2. Timbal 206 ditemukan dalam jumlah 23,06 %
3. Timbal 207 sebanyak 22,60 % dari semua isotop timbal yang terdapat di alam
4. Timbal 208 adalah hasil akhir dari peluruhan radioaktif thorium (Th)
 Jumlah timbal yang ada di udara mengalami peningkatan yang sangat drastis sejak dimulainya revolusi industri di benua eropa. Emisi Pb masuk ke dalam lapisan atmosfer bumi dan dapat berbentuk gas dan partikel. Emisi Pb yang masuk dalam bentuk gas terutama berkaitan sekali berasal dari buangan gas kendaraan bermotor. Emisi tersebut merupakan hasil samping pembakaran yang terjadi dalam mesin-mesin kendaraan, yang berasal dari senyawa tetrametil-Pb dan tetril-Pb yang selalu ditambahkan dalam bahan bakar kendaraan bermotor yang berfungsi sebagai antiknock pada mesin-mesin kendaraan. Musnahnya timbal (Pb) dalam peristiwa pembakaran pada mesin yang menyebabkan jumlah Pb yang dibuang ke udara melalui asap buangan kendaraan menjadi sangat tinggi.
 Senyawa tetraemil-Pb dan tetraetil-Pb dapat diserap oleh kulit. Hal ini disebabkan kedua senyawa tersebut dapat larut dalam minyak dan lemak. Sedangkan dalam udara tetraetil-Pb terurai dengan cepat karena adanya sinar matahari. Tetraetil-Pb akan terurai membentuk trietil-Pb, dietil-Pb dan monoetil-Pb. Semua senyawa uraian dari tetraetil-Pb tersebut memiliki bau yang sangat spesifik seperti bau bawang putih. Sulit larut dalam minyak, semua senyawa turunan ini dapat larut dengan baik dalam air. Senyawa Pb dalam keadaan kering dapat terdispersi di dalam udara sehingga kemudian terhirup pada saat bernapas dan sebagian akan menumpuk dikulit dan atau terserap oleh daun tumbuhan.
Adapun dampak dari tercemar logam Pb adalah menurunkan kecerdasan, mengganggu sistem pencernaan, menggangu sistem saraf, menurunkan fertilitas, meningkatkan aborsi spontan

Pengambilan sampel 
Untuk melakukan analisis kandungan Pb yang terdapat diudara, maka metode pengambilan sampel yang digunakan adalah high volume sampler.  Di dalam pengambilan sampel laju alir udara harus dibuat  konstan atau tetap yaitu sebesar 1,70 m3/menit selama 24 jam.  Udara yang masuk dilewatkan melalui sebuah filter dengan ukuran 10 µm (PM10) Konsentrasi partikulat (µg/m3) di dalam udara ambient ditentukan dengan mengukur berat partikulat yang tertampung pada penyaring dan volume sampel udara yang masuk.  Setelah itu partikulat yang tertampung pada fiber glass dihitung dan selanjutnya diekstrak dengan menggunakan asam nitrat pekat.

Ekstraksi sampel
Sampel yang telah dikumpulkan pada filter selanjutnya diekstrak dengan menggunakan asam kuat atau ekstraksi gelombang mikro.  (metode IO-31).  Asam kuat yang lazim digunakan untuk destruksi logam Pb yaitu asam nitrat  pekat (HNO3 8 M), dimana Pb akan dioksidasi menjadi Pb2+.  Adapun reaksi oksidasi logam Pb tersebut dapat ditunjukkan pada persamaan reaksi sebagai berikut:
3Pb + 8HNO3 =3Pb2+ + 6NO3- + NO + 4H2O. 

Analisis sampel
Konsentrasi Pb ditentukan dengan menggunakan spektrofotometer serapan atom (AAS).  Teknik operasi alat tersebut yaitu dengan mengukur perubahan energy analit dalam bentuk atom.  Sampel diuapkan dan diubah menjadi unsure dalam keadaan gas.  Atom akan mengalami eksitasi karena adanya radiasi dari lampu cekung katoda (Hallow Cathode Lamp / HCL) dari keadaan dasar (ground state) menjadi keadaan tereksitasi (excited state) dengan menyerap energi yang lebih tinggi.  Panjang gelombang untuk radiasi tersebut yaitu pada 283,3 nm. 
Penentuan kandungan atau konsentrasi logam Pb dilakukan dengan membuat kurva kalibrasi atau pembacaan langsung dari alat AAS.  Untuk dapat membuat kurva kalibrasi dilakukan dengan mengukur serapan (absorbansi) dari larutan standar yang dibuat dari bahan-bahan yang masuk kategori CRM pada berbagai jenis variasi konsentrasi, sehingga dari kurva kalibrasi akan diperoleh persamaan regresi linear y = ax + b, dimana:
y = absorbansi
x = konsentrasi
a =slope/kemiringan
b =intersep
Sampel yang telah diekstrak kemudian diukur absorbansinya, dan nilai dari absorbansi tersebut dikonversi ke dalam persamaan regresi linear untuk memperoleh konsentrasi logam Pb yang ada di udara.

Jaminan Kualitas  (Quality Assurance)
Untuk menjamin data hasil suatu suatu analisis dengan menggunakan alat F-AAS dapat diterima, maka perlu dilakukan hal-hal penting menyangkut analisis seperti kalibrasi alat, penentuan sensitivitas pengukuran, dan presisi pengukuran absorbansi.  Penentuan rentang konsentrasi terpakai atau useful concentration range (UCR) dilakukan untuk mengetahui daerah konsentrasi mana pengukuran dapat dilakukan dengan memiliki presisi yang mencukupi.  Penentuan sensitivitas, presisi pengukuran dan kalibrasi alat dilakukan pada setiap analisis, sedangkan penentuan UCR dapat dilakukan sekali saja untuk setiap unsure dan alat yang sama, dan selanjutnya tidak perlu diulangi lagi kecuali apabila terjadi perubahan untuk kerja alat F-AAS yang bersangkutan. 
Penentuan sensitivitas
Prosedur penentuan nilai blanko
1. Siapkan alat F-AAS menurut petunjuk pemakaian.
2. Aspirasikan larutan pembanding dan nol kan skala absorbans ( 100 % T).  Terus aspirasi sampai diperoleh sinyal yang stabil.
3. Pilih salah satu larutan kalibrasi yang mempunyai nilai absorbansi (A) antara 0,2 – 0,4 dan diharapkan berada dalam daerah yang linear dari kurvanya.  Dengan larutan ini tentukan kondisi alat yang optimal (tinggi dan posisi horizontal burner, nebulizer, laju alir gas dan sebagainya).
4. Dengan 3 kali pengulangan, diukur absorbansi larutan kalibrasi yang terpilih tersebut, memakai larutan pembanding untuk meng-nolkan skala absorbansi setiap selesai satu pengukuran dan dihitung nilai absorbansi rata-rata.
5. Dengan cara seperti 4, ukur larutan blanko (juga 3 kali) dan dihitung absorbansi rata-rata.
6. Dihitung nilai blanko dan sensitivitas dengan menggunakan persamaan dibawah ini.
a. Nilai blanko.
 CB=AB(C1/A1)
Dimana CB  = Konsentrasi analit dalam larutan blanko
  CA = Konsentrasi analit dalam larutan blanko
  AB = Absorbansi rata-rata larutan blanko
  A1i = Absorbansi rata-rata larutan kalibrasi 
b. Sensitivitas
Sensitivitas (S) adalah nilai konsentrasi analit yang memberikan nilai absorbansi = 0,0044 (ekivalen dengan 1 % T)
 S=0,0044(C1/A1)
Kepekaan dianggap cukup apabila nilainya sesuai dengan yang ditetapkan dalam manual alat minimal 75 % dari nilai tersebut.
Untuk pengukuran Pb sensitivitasnya adalah 0,5 µg/mLPenentuan Presisi pengukuran
Prosedur penentuan presisi pengukuran adalah:
a. Aspirasikan larutan pembanding dan nol kan skala absorbansinya
b. Ukur absorbansi dari larutan kalibrasi yang terpilih diatas.
c. Ulangi (a) dan (b) secara berurutan sebanyak 5 kali sehingga didapatkan 6 nilai absorbans dari larutan kalibrasi tersebut.
d. Hitung simpangan baku (standard diviation) dari 6 nilai tersebut.
Nb. Apabila simpangan baku relative (relative standard deviation, RSD) melebihi 1 % dari absorbansi larutan kalibrasi,mungkin terdapat penyebab dari alat tersebut yang perlu diperbaiki (kapiler tersumbat, burner terhambat oleh deposit, konsentrasi zat terlarut yang tinggi dalam larutan dan sebagainya.)
Cara penghitungan simpangan baku yang cepat:
s = (A-B) x 0,40
dimana A = nilai tertinggi, B = nilai terendah (dari 6 nilai absorbansi yang diperoleh).
Penentuan UCR (Useful Concentration Range)
Cara ini dilakukan guna menentukan nilai batas baeah dan batas atas (low and high limit) dari rentang konsentrasi yang dapat terpakai atau daerah konsentrasi yang memenuhi persyaratan pengkuran tertentu.
Untuk melihat hasil data yang dapat terpakai sebagi UCR, maka dibuat grafik hubungan antara RCE (Relative Concentration Equation dengan konsentrasi larutan yang terpakai untuk kalibrasi. 
Adapaun rumus dari RCE adalah:
 RCE= 100x(C2-C1/A2-A1)x(SA/C2)
Dimana C1 = konsentrasi larutan kalibrasi terdekat yang lebih rendah (A1 adalah absorbansinya)
C2 = konsentrasi larutan kalibrasi terdekat yang lebih tinggi (A2 adalah absorbansinya)
SA = simpangan baku untuk A2
Prosedur
a.  Lakukan 6 kali pengukuran absorbansi untuk 12 larutan kalibrasi.  Hitung nilai rata-rata absorbansi  masing-masing larutan serta simpangan baku (SA) masing-masing
b. Buat kurva kalibrasi, dan periksa bila ada anomaly dan koreksi bila perlu.
c. Hitung nilai RCE
d. Dibuat grafik RCE vs konsentrasi
Nilai RCE adalah ukuran presisi relative pengkuran AAS. 

* Penulis adalah staf pengajar di Program D III Kimia Analis FMIPA UII

Jumlah dosen yang mengajar di Program D III Kimia Analis berjumlah 22 orang.  Belum lama ini tiga orang dosen di Program Studi tersebut mengemban amanah baru menjadi pejabat di lingkungan Laboratorium Ilmu Kimia FMIPA UII.  Ketiga orang tersebut adalah Reni Banowati  Istiningrum, S.Si yang menggantikan Dwiarso Rubiyanto, M.Si  sebagai Koordinator Kepala Laboratorium (Koor Kalab). 

Penggantian tersebut dilakukan karena Pak Arso panggilan Dwiarso Rubiyanto, M.Si melanjutkan pendidikannya di Program Doktor Ilmu Kimia Universitas Gadjah Mada Yogyakarta.  Pejabat baru yang kedua adalah Yuli Rohyami, S.Si sebagai Kepala Laboratorium Kimia Lanjut yang menggantikan Jamalul Lail S.Si.
Jamalul Lail, S.Si berganti posisi jabatanya menjadi Kepala Laboratorium Kimia Dasar.  Laboratorium tersebut sebelumya dipimpin oleh Tatang Shabur Julianto, M.Si.  Pelimpahan wewenang tersebut disebabkan Tatang Shabur Julianto, M.Si lebih memilih berkonsentrasi untuk mengawal akademik dengan menjadi Ketua Program D III Kimia Analis sampai tahun 2010. 
Pejabat-pejabat baru yang ada di Laboratorium Ilmu Kimia merupakan orang-orang muda yang sangat diharapkan mampu meningkatkan kualitas dan kuantitas laboratorium.  Adapun profil dari ketiga pejabat tersebut selengkapnya sebagai berikut:
Koordinator Kepala Laboratotium (Koor Kalab)
Nama  : Reni Banowati Istiningrum, S.Si. 
NIDN  : 0508118001
Mata Kuliah yang diampu :
1. Kesehatan dan Keselamatan Kerja
2. Pengetahuan Bahan Kimia
3. Kimia Anorganik
4. Teknik Sampling
5. Prkatikum Kimia Anorganik
6. Praktikum Fisika
Kepala Laboratorium Kimia Lanjut
Nama  : Yuli Rohyami, S.Si (sedang melanjutkan S2 di UGM)
NIDN  : 0516078001
Mata Kuliah yang diampu:
1. Kimia Dasar
2. Kimia Fisika
3. Praktikum Kimia Fisika
4. Teknik Laboratorium
Kepala Laboratorium Kimia Dasar
Nama  : Jamalul Lail, S.Si.
NIDN  : 0503117901
Mata Kuliah yang diampu :
1. Teknik Validasi Metode
2. Kimia Organik
3. Praktikum Kimia Organik
4. Kewirausahaan. 

Oleh: Tatang Shabur Julianto, M.Si. 

Bahan bakar alat transportasi seperti bensin, solar, dan avtur selama ini dihasilkan langsung dari bahan yang tidak dapat diperbaharui yaitu minyak bumi. Sampai tahun 2007 produksi dunia telah mengeksplorasi minyak bumi sebanyak 350 triliun gallon. Sedangkan produksi biofuel masih di bawah 18 miliar gallon. Oleh sebab itu perlu adanya usaha untuk dapat meningkatkan produksi bahan bakar yang dapat diperbaharui, Biodiesel merupakan bahan bakar alternatif yang menjanjikan yang dapat diperoleh dari minyak tumbuhan, lemak binatang atau minyak bekas melalui transesterifikasi dengan   alkohol. Biodiesel memberikan sedikit polusi dibandingkan bahan bakar petroleum. Selain itu biodiesel dapat digunakan anpa modifikasi ulang mesin diesel.

Metode pembuatan biodiesel yang umum digunakan saat ini adalah melalui proses transesterifikasi minyak nabati menggunakan katalis basa. Dalam reaksi ini, alkohol dalam bentuk methanol dan etanol, ditambahkan ke dalam trigliserida menggunakan katalis basa homogen seperti NaOH, KOH, NaOCH3, or KOCH3. Proses ini berjalan cepat dan efisien pada temperature yang relative rendah. Meskipun demikian, biaya produksi biodiesel masih mahal dan menjadi issue penting. Biaya produksi tersebut dapat dikurangi dengan cara melakukan pemilihan bahan baku yang murah, tempat produksi yang tepat, dan efisiensi proses. Sebagai contoh, saat ini mulai digunakan minyak jelantah dan minyak non pangan seperti minyak jarak (Jatropha curcas) sebagai bahan dasar. Efisiensi produksi juga dapat dilakukan dengan mengganti katalis basa homogen dengan katalis basa heterogen.
Proses yang homogen sebenarnya memiliki beberapa keuntungan, namun ada sejumlah nilai efisiensi yang hilang. Selain biodiesel, proses transesterifikasi dalam kondisi homogen menghasilkan produk samping diantaranya katalis, gliserol, dan kelebihan alkohol yang kesemuanya memerlukan pencucian tambahan dan tahap pengeringan untuk mendapatkan produk biodiesel yang murni. Pada poses homogen,  katalis basa akan hilang oleh pencucian. Hal ini menyebabkan berkurangnya efisiensi bertambahnya biaya produksi. Salah satu cara untuk meningkatkan efiensi adalah dengan menggunakan katalis heterogen. Pada prinsipnya dengan katalis heterogen, maka material katalis dapat diambil kembali (tidak hilang) dan dapat digunakan kembali sebagai katalis sehingga proses pembuatan biodiesel menjadi lebih sederhana. Sejumlah penelitian telah dilakukan untuk memanfaatkan katalis heterogen untuk proses transesterifikasi. Salah satu polimer yang berpotensi sebagai katalis basa heterogen adalah kitosan.
Kitosan merupakan salah satu polisakarida yang terdiri atas unit N-asetil-D-glukosamin dan D-glukosamin yang dihasilkan dari proses N-deasetilasi polimer alamiah kitin, yaitu polimer yang diperoleh dari cangkang hewan laut, atau fungi. Reaktivitas yang tinggi dari gugus amino bebas menjadikan kitosan mempunyai potensi sebagai basa Lewis. Makin panjang rantai kitosan, makin banyak kandungan gugus amino bebasnya, makin tinggi sifat kebasaan. Sifat basa ini dapat diharapkan dapat menggantikan katalis basa homogen yang biasa digunakan dalam proses transestrifikasi seperti NaOH dan KOH.
Bangsa Indonesia kususnya adalah pengkonsumsi makanan yang menggunakan minyak goreng sebagai pengolah makannya. Sisa penggorengan ini sudah tidak bisa dimanfaatkan lagi sebagai bahan makanan ataupun sebagai bahan-bahan yang lain. Biasanya sisa penggorengan tersebut dibuang tanpa ada manfaatnya. Bahan yang terbuang ini berdampak buruk terhadap lingkungan apabila kapasitasnya cukup besar. Melihat jumlah yang cukup besar maka minyak jenis ini akan dapat bernilai apabila dioleh dan dipergunakan sebagai bahan bakar diesel engine.
 

Secara umum partikulat yang terdapat di udara adalah sebuah sistem fase multi kompleks padatan dan partikel-partikel cair dengan tekanan uap rendah dengan ukuran partikel antara 0,01 – 100 µm.  Kajian tentang akibat adanya partikulat difokuskan kepada peningkatan partikel-partikel di udara yang dapat terhirup melalui sistem pernafasan, misalnya partikel-partikel dengan ukuran diameter kurang dari 10 µm. 

Unsure logam berat juga dapat tersuspensi di dalam sistem partikulat yang terdapat di udara, misalnya logam Pb (timbal).  Salah satu pencemaran logam Pb di udara diakibatkan adanya emisi gas buang bahan bakar yang menggunakan Pb sebagai bahan aditif.  Timbal dalam keseharian biasa dikenal dengan nama Timah Hitam. Dalam timbal terdiri dari 4 (empat) macam :
1. Timbal 204 diperkirakan berjumlah sebesar 1,48 % dari seluruh isotop timbal
2. Timbal 206 ditemukan dalam jumlah 23,06 %
3. Timbal 207 sebanyak 22,60 % dari semua isotop timbal yang terdapat di alam
4. Timbal 208 adalah hasil akhir dari peluruhan radioaktif thorium (Th)
 Jumlah timbal yang ada di udara mengalami peningkatan yang sangat drastis sejak dimulainya revolusi industri di benua eropa. Emisi Pb masuk ke dalam lapisan atmosfer bumi dan dapat berbentuk gas dan partikel. Emisi Pb yang masuk dalam bentuk gas terutama berkaitan sekali berasal dari buangan gas kendaraan bermotor. Emisi tersebut merupakan hasil samping pembakaran yang terjadi dalam mesin-mesin kendaraan, yang berasal dari senyawa tetrametil-Pb dan tetril-Pb yang selalu ditambahkan dalam bahan bakar kendaraan bermotor yang berfungsi sebagai antiknock pada mesin-mesin kendaraan. Musnahnya timbal (Pb) dalam peristiwa pembakaran pada mesin yang menyebabkan jumlah Pb yang dibuang ke udara melalui asap buangan kendaraan menjadi sangat tinggi.
 Senyawa tetraemil-Pb dan tetraetil-Pb dapat diserap oleh kulit. Hal ini disebabkan kedua senyawa tersebut dapat larut dalam minyak dan lemak. Sedangkan dalam udara tetraetil-Pb terurai dengan cepat karena adanya sinar matahari. Tetraetil-Pb akan terurai membentuk trietil-Pb, dietil-Pb dan monoetil-Pb. Semua senyawa uraian dari tetraetil-Pb tersebut memiliki bau yang sangat spesifik seperti bau bawang putih. Sulit larut dalam minyak, semua senyawa turunan ini dapat larut dengan baik dalam air. Senyawa Pb dalam keadaan kering dapat terdispersi di dalam udara sehingga kemudian terhirup pada saat bernapas dan sebagian akan menumpuk dikulit dan atau terserap oleh daun tumbuhan.
Adapun dampak dari tercemar logam Pb adalah menurunkan kecerdasan, mengganggu sistem pencernaan, menggangu sistem saraf, menurunkan fertilitas, meningkatkan aborsi spontan

Pengambilan sampel 
Untuk melakukan analisis kandungan Pb yang terdapat diudara, maka metode pengambilan sampel yang digunakan adalah high volume sampler.  Di dalam pengambilan sampel laju alir udara harus dibuat  konstan atau tetap yaitu sebesar 1,70 m3/menit selama 24 jam.  Udara yang masuk dilewatkan melalui sebuah filter dengan ukuran 10 µm (PM10) Konsentrasi partikulat (µg/m3) di dalam udara ambient ditentukan dengan mengukur berat partikulat yang tertampung pada penyaring dan volume sampel udara yang masuk.  Setelah itu partikulat yang tertampung pada fiber glass dihitung dan selanjutnya diekstrak dengan menggunakan asam nitrat pekat.
Ekstraksi sampel
Sampel yang telah dikumpulkan pada filter selanjutnya diekstrak dengan menggunakan asam kuat atau ekstraksi gelombang mikro.  (metode IO-31).  Asam kuat yang lazim digunakan untuk destruksi logam Pb yaitu asam nitrat  pekat (HNO3 8 M), dimana Pb akan dioksidasi menjadi Pb2+.  Adapun reaksi oksidasi logam Pb tersebut dapat ditunjukkan pada persamaan reaksi sebagai berikut:
3Pb + 8HNO3 3Pb2+ + 6NO3- + NO + 4H2O. 
Analisis sampel
Konsentrasi Pb ditentukan dengan menggunakan spektrofotometer serapan atom (AAS).  Teknik operasi alat tersebut yaitu dengan mengukur perubahan energy analit dalam bentuk atom.  Sampel diuapkan dan diubah menjadi unsure dalam keadaan gas.  Atom akan mengalami eksitasi karena adanya radiasi dari lampu cekung katoda (Hallow Cathode Lamp / HCL) dari keadaan dasar (ground state) menjadi keadaan tereksitasi (excited state) dengan menyerap energi yang lebih tinggi.  Panjang gelombang untuk radiasi tersebut yaitu pada 283,3 nm. 
Penentuan kandungan atau konsentrasi logam Pb dilakukan dengan membuat kurva kalibrasi atau pembacaan langsung dari alat AAS.  Untuk dapat membuat kurva kalibrasi dilakukan dengan mengukur serapan (absorbansi) dari larutan standar yang dibuat dari bahan-bahan yang masuk kategori CRM pada berbagai jenis variasi konsentrasi, sehingga dari kurva kalibrasi akan diperoleh persamaan regresi linear y = ax + b, dimana:
y = absorbansi
x = konsentrasi
a =slope/kemiringan
b =intersep
Sampel yang telah diekstrak kemudian diukur absorbansinya, dan nilai dari absorbansi tersebut dikonversi ke dalam persamaan regresi linear untuk memperoleh konsentrasi logam Pb yang ada di udara.

Jaminan Kualitas  (Quality Assurance)
Untuk menjamin data hasil suatu suatu analisis dengan menggunakan alat F-AAS dapat diterima, maka perlu dilakukan hal-hal penting menyangkut analisis seperti kalibrasi alat, penentuan sensitivitas pengukuran, dan presisi pengukuran absorbansi.  Penentuan rentang konsentrasi terpakai atau useful concentration range (UCR) dilakukan untuk mengetahui daerah konsentrasi mana pengukuran dapat dilakukan dengan memiliki presisi yang mencukupi.  Penentuan sensitivitas, presisi pengukuran dan kalibrasi alat dilakukan pada setiap analisis, sedangkan penentuan UCR dapat dilakukan sekali saja untuk setiap unsure dan alat yang sama, dan selanjutnya tidak perlu diulangi lagi kecuali apabila terjadi perubahan untuk kerja alat F-AAS yang bersangkutan. 
Penentuan sensitivitas
Prosedur penentuan nilai blanko
1. Siapkan alat F-AAS menurut petunjuk pemakaian.
2. Aspirasikan larutan pembanding dan nol kan skala absorbans ( 100 % T).  Terus aspirasi sampai diperoleh sinyal yang stabil.
3. Pilih salah satu larutan kalibrasi yang mempunyai nilai absorbansi (A) antara 0,2 – 0,4 dan diharapkan berada dalam daerah yang linear dari kurvanya.  Dengan larutan ini tentukan kondisi alat yang optimal (tinggi dan posisi horizontal burner, nebulizer, laju alir gas dan sebagainya).
4. Dengan 3 kali pengulangan, diukur absorbansi larutan kalibrasi yang terpilih tersebut, memakai larutan pembanding untuk meng-nolkan skala absorbansi setiap selesai satu pengukuran dan dihitung nilai absorbansi rata-rata.
5. Dengan cara seperti 4, ukur larutan blanko (juga 3 kali) dan dihitung absorbansi rata-rata.
6. Dihitung nilai blanko dan sensitivitas dengan menggunakan persamaan dibawah ini.
a. Nilai blanko.
 
Dimana   = Konsentrasi analit dalam larutan blanko
   = Konsentrasi analit dalam larutan blanko
   = Absorbansi rata-rata larutan blanko
   = Absorbansi rata-rata larutan kalibrasi 
b. Sensitivitas
Sensitivitas (S) adalah nilai konsentrasi analit yang memberikan nilai absorbansi = 0,0044 (ekivalen dengan 1 % T)
 
Kepekaan dianggap cukup apabila nilainya sesuai dengan yang ditetapkan dalam manual alat minimal 75 % dari nilai tersebut.
Untuk pengukuran Pb sensitivitasnya adalah 0,5 µg/mL

Penentuan Presisi pengukuran
Prosedur penentuan presisi pengukuran adalah:
a. Aspirasikan larutan pembanding dan nol kan skala absorbansinya
b. Ukur absorbansi dari larutan kalibrasi yang terpilih diatas.
c. Ulangi (a) dan (b) secara berurutan sebanyak 5 kali sehingga didapatkan 6 nilai absorbans dari larutan kalibrasi tersebut.
d. Hitung simpangan baku (standard diviation) dari 6 nilai tersebut.
Nb. Apabila simpangan baku relative (relative standard deviation, RSD) melebihi 1 % dari absorbansi larutan kalibrasi,mungkin terdapat penyebab dari alat tersebut yang perlu diperbaiki (kapiler tersumbat, burner terhambat oleh deposit, konsentrasi zat terlarut yang tinggi dalam larutan dan sebagainya.)
Cara penghitungan simpangan baku yang cepat:
s = (A-B) x 0,40
dimana A = nilai tertinggi, B = nilai terendah (dari 6 nilai absorbansi yang diperoleh).
Penentuan UCR (Useful Concentration Range)
Cara ini dilakukan guna menentukan nilai batas baeah dan batas atas (low and high limit) dari rentang konsentrasi yang dapat terpakai atau daerah konsentrasi yang memenuhi persyaratan pengkuran tertentu.
Untuk melihat hasil data yang dapat terpakai sebagi UCR, maka dibuat grafik hubungan antara RCE (Relative Concentration Equation dengan konsentrasi larutan yang terpakai untuk kalibrasi. 
Adapaun rumus dari RCE adalah:

Dimana C1 = konsentrasi larutan kalibrasi terdekat yang lebih rendah (A1 adalah absorbansinya)
C2 = konsentrasi larutan kalibrasi terdekat yang lebih tinggi (A2 adalah absorbansinya)
SA = simpangan baku untuk A2
Prosedur
a.  Lakukan 6 kali pengukuran absorbansi untuk 12 larutan kalibrasi.  Hitung nilai rata-rata absorbansi  masing-masing larutan serta simpangan baku (SA) masing-masing
b. Buat kurva kalibrasi, dan periksa bila ada anomaly dan koreksi bila perlu.
c. Hitung nilai RCE
d. Dibuat grafik RCE vs konsentrasi
Nilai RCE adalah ukuran presisi relative pengkuran AAS. 

 Sumber : Compendium Methods Environmental Protection Agency dan lain-lain

Karakteristik dari suatu negara maju adalah dimilikinya sumber daya manusia (SDM) yang handal.  Untuk mendapatkan tenaga-tenaga ahli yang handal dan siap untuk digunakan dalam lapangan pekerjaan, maka diperlukan pendidikan khusus yang menekankan pada skill atau keahlian tertentu.  Oleh karena itu untuk memperoleh skill/kehlian tersebut, maka perlu mendapatkan pendidikan yang berorientasi pada peningkatan dan pengembangan skill.  Program D III Kimia Analis merupakan salah satu program studi yang terdapat di Universitas Islam Inodonesia dan kurikulum yang dikembangkannya adalah kurikulum yang berbasis pada peningkatan keahlian/skill khususnya bidang analisis kimia. 

Lulusan dari Program D III Kimia Analis dapat mengaplikasikan ilmunya di instansi negeri seperti BATAN (Badan tenaga Atom Nasional), Departemen Kesehatan/Rumah Sakit, Departemen Lingkungan Hidup dan lain-lain. Selain itu juga banyak alumni D III Kimia Analis yang bekerja di perusahaan khususnya di bagian Quality  Control (QC) misalnya PT Krakatau Steel di Banten, Perusahaan Farmasi (PT Pharos), Perusahaan makanan (PT Indofood), Industri makanan ternak, Industri plastik dan masih banyak lagi yang lainnya.  Disamping di beberapa industri, alumni D III Kimia Analis juga telah diterima di instansi jasa analisis seperti sucofindo. 

Sampai dengan saat ini Program D III Kimia Analis UII merupakan satu-satunya program studi di Yogyakarta yang  kompetensi analisisi kimia dengan strata diploma tiga.  Sehingga hampir bisa dipastikan setiap ada penjaringan/rekrutmen calon tenaga kerja di Yogyakarta dengan spesifikasi lulusan D3 Kimia Analis, maka alumni D III Kimia Analis UII yang dapat lolos penjaringan tersebut.  Tabel dibawah ini merupakan  kebutuhan lulusan dari Program D III Kimia Analis di Indonesia dari tahun 2002 – 2008 dan perkiraannya sampai dengan tahun 2010. 

Data Perkiraan Kebutuhan Tenaga Kerja D3 Kimia Analisis sampai Tahun 2010

Tahun Jumlah Perusahaan Kebutuhan tenaga D3 Kimia Analis
2002 1170 4680
2004 1270 5080
2006 1370 5480
2008 1470 5880
2010 1570 6280

diolah dari berbagai sumber

{mosimage}Hari Rabu tanggal 25 Februari 2009 Ketua Tim Penerimaan Mahasiswa Baru (PMB) FMIPA UII Riyanto, Ph.D.  berangkat ke Jakarta untuk ikut berpartisipasi pada acara Ekspo Pendidikan yang diselenggarakan di Balai Kartini Jakarta Pusat.  Turut berangkat ke Jakarta adalah Tatang Shabur Julianto, M.Si selaku Ketua Program D III Kimia Analis dan Thorikul Huda, S.Si yang merupakan salah seorang staf edukatif di Program D III Kimia Analis.  Ekspo Pendidikan tersebut di buka oleh ketua Forum Rektor Indonesia (FRI) yang saat ini dijabat oleh Prof. Dr. Edy Suandi Hamid, M.Ec yang juga sebagai rektor di Universitas Islam Indonesia.  Acara tersebut diikuti oleh sekitar 30 perguruan tinggi baik perguruan tinggi swasta maupun negeri. 

Acara yang berlangsung dari tanggal 24-28 Februari 2009 tersebut setiap harinya dikunjungi oleh lebih dari 1000 siswa SMU dan SMK yang ada diseluruh wilayah Jakarta.  Mereka adalah siswa kelas 3 yang datang secara bersama sesuai jadwal yang telah ditentukan oleh panitia dengan menggunakan bus, sehingga kedatangan para siswa tidak menumpuk pada satu hari saja.  Sesampainya di lokasi ekspo para siswa langsung mengunjungi stand dari berbagai perguruan tinggi termasuk UII. 

Mahasiswa UII memberikan gambaran Program Studi yang ada di UII

Tugas dari tim PMB dari FMIPA yaitu menjelaskan semua informasi yang terkait dengan program studi yang ada di FMIPA UII baik itu kurikulum, peluang pekerjaan, lama pendidikan, lokasi kampus, tempat kos bagi mahasiswa, fasilitas kampus dan lain sebagainya.  Seperti yang dilakukan oleh Ketua Program D III Kimia Analis saat menjelaskan Program D III Kimia Analis kepada salah satu pengunjung di stand UII.

Tatang Shabur Julianto, M.Si. sedang menjelaskan Program D III Kimia Analis

Dalam perbaikan

Dalam Perbaikan

Dalam Perbaikan